Selasa, Mei 5

PSIKOLOGI KORUPSI DI INDONESIA

Jika kita amati yang khas dari pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia adalah mereka mengaku enggan melakukan KKN.

Jika mereka didakwa melakukan KKN, dengan tegas membantah, bahkan terhadap bukti yang diajukan dalam pengadilan.

Ingat kasus BLBI yang melibatkan pejabat Kejaksaan Agung. Di media dan pengadilan, dia membantah dirinya bukan koruptor dan pengkhianat negara. Meski bukti menunjukkan dia menerima suap dan membebaskan obligor yang merugikan negara, dia tetap membantahnya.

Contoh lain, pegawai pajak di Jakarta, yang mengaku ”telah mendidik perusahaan dan menyelamatkan uang negara”. Bersama timnya, beberapa kali mendatangi dan menagih pajak ke beberapa perusahaan pengemplang pajak. Hasil negosiasi, ia menerima 50 persen pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan itu dan masuk kas negara. Namun, untuk bisa membayar 50 persen, para pemilih perusahaan lebih dulu memberi uang ”upeti” kepada tim itu. Si pegawai pajak tak merasa melakukan KKN. Alasannya, ”jika tidak dididik seperti itu, perusahaan itu tidak akan membayar pajak sehingga negara dirugikan lebih besar.”

Pertahanan diri

Dalam perspektif psikologi, kecenderungan pelaku KKN membantah tindakannya terkait mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). Sigmund Freud (1978) menamakan gejala itu denial, yaitu upaya individu menyangkal apa yang telah dilakukannya jika dia menyadari kelakuannya itu dapat membahayakan diri sendiri.

Jika pelaku KKN menilai pengakuannya akan membahayakan karier atau harga diri, dia memilih menyangkal. Karena itu, dia berusaha menyangkal perbuatannya, bahkan dengan cara melebih-lebihkan dan melakukan rasionalisasi dengan mengatakan, yang dilakukan bukan korupsi, tetapi justru untuk menyelamatkan negara dan bangsa!

Kecenderungan mereka terkait cognitive dissonance. Menurut Heider (1980), tiap manusia ingin mengalami kehidupan pribadi yang harmonis atau konsonan. Untuk itu, manusia berusaha mencari kesesuaian dalam bersikap dan berperilaku.

Misalnya, tidak setuju KKN karena itu perbuatan jahat (menyebabkan rakyat menderita). Namun, ada keinginan memiliki rumah mewah, mobil mewah, dan lainnya. Akhirnya melakukan KKN. Tetapi karena memiliki sikap (penilaian) bahwa KKN itu jahat, ada perasaan tak nyaman. Artinya, ada perasaan dissonance (tak konsonan).

Agar hidup menjadi nyaman kembali (konsonan), ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan. Pertama, mengubah tingkah laku agar konsisten dengan sikap. Maka, harus bertobat dan berhenti melakukan KKN agar perilakunya sejalan dengan sikap yang dimiliki.

Kedua, mengubah sikap sehingga konsisten dengan perilakunya. Maka, sikap negatif (tidak setuju) atas KKN perlu diubah. Perbuatan KKN harus dibenarkan sehingga tidak terjadi pertentangan antara sikap dan tingkah laku KKN.

Kemungkinan ketiga, trivialization, menganggap sepele inkonsistensi (pertentangan) antara tingkah laku dan sikap, tidak perlu dihiraukan atau dianggap angin lalu. Dengan cara ini, siapa pun bisa rajin dan tenang beribadah, menyumbang tempat ibadat, sambil terus KKN.

Berkomplot

Upaya menghilangkan gejala psikologis yang dialami para koruptor atau pelaku KKN tentu bukan pekerjaan ringan. Perlu ada shock therapy yang ampuh. Apalagi dalam banyak kasus, korupsi di Indonesia bukan hanya didorong oleh motif pribadi pelakunya, tetapi juga karena merasa harus conform terhadap lingkungan atau sistem yang korup.

Secara psikologis, seorang pegawai cenderung merasa tidak nyaman dan tidak aman (sering dicap rekan-rekannya ”sok bersih”, ”sok pahlawan”) jika tidak korup dalam lingkungan kerjanya yang korup. Itu sebabnya mengapa para pelaku KKN di Indonesia jarang bertindak sendirian, tetapi hampir selalu bekerja dalam tim (berkomplot, membentuk ”jaringan mafia”).

Meski bukan pekerjaan mudah, tidak berarti korupsi di Indonesia tidak dapat dikurangi dan diberantas. Apa yang telah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mendapat dukungan masyarakat Indonesia. Apa yang telah dilakukan lembaga ini bukan hanya menjadi bukti bahwa law enforcement di Indonesia telah diterapkan secara tidak pandang bulu, tetapi juga menjadi shock therapy yang ampuh bagi para pelaku KKN. (Tulisan ini disalin dari Kompas, 12 Juli 2008)

TEKNOLOGI BIKIN ROMANTISME MUSNAH?

(ini Tulisan lawas, namun gejala begitu getolnya masyarakat pada teknologi dan begitu maniaknya thd Face Book melatarbelakangi di terbit ulang-nya judul ini)

Anda terbiasa mengandalkan ponsel, laptop, internet dan teknologi komunikasi lainnya? Hati-hati romantisme hubungan dengan pasangan bisa melemah gara-garanya. Kok?

Di zaman yang canggih dan serba instan, teknologi memang menjadi kebutuhan utama. Namun ternyata secara tidak langsung teknologi juga berdampak pada hubungan antarpribadi. Studi terbaru di Inggris mengatakan teknologi canggih lambat laun menghilangkan keromantisan.

Survei yang dilakukan di Inggris mengatakan bahwa satu dari 20 orang memilih untuk menyatakan cinta untuk pertama kalinya lewat tulisan, termasuk lewat SMS atau e-mail. Lebih dari 7 juta pria mengaku bahwa mereka tidak pernah mengirimkan surat cinta pada kekasihnya. Dalam 9 tahun terakhir, rata-rata wanita Inggris tidak pernah menerima kartu ucapan atau surat cinta yang romantis dari kekasihnya.

Survei yang dilakukan oleh High Street Stationery Chain Partners pada 2500 orang mendapat hasil bahwa wanita sama parahnya dengan laki-laki. Lima persen dari perempuan yang disurvei mengatakan bahwa mereka lebih suka mengatakan cinta lewat telepon, SMS atau e-mail ketimbang berhadapan langsung.

Dari keseluruhan responden, 15 persen pria dan 10 persen wanita memilih untuk tidak berhadapan langsung dengan pasangannya ketika ingin mengatakan cinta untuk pertama kalinya.

Yang paling unik, 70 persen dari responden mengaku shock bila dikirimi surat cinta dari pasangannya. Kalaupun mereka ingin mengirim kata-kata cinta pada pasangannya, mereka hanya mengirim singkatan-singkatan yang pendek seperti, SWALK (sealed with a loving kiss) dan HOLLAND (hope our love lasts and neve dies).

Lisa Bond, wakil dari Partners sangat menyayangkan keadaan ini, "Sungguh memalukan, seni dari menulis surat cinta telah ditinggalkan. Para pasangan saat ini mulai malas, mereka memilih untuk memakai cara komunikasi yang instan seperti lewat SMS atau e-mail." Demikian dikutip detikhot dari Femalefirst, Kamis (11/10/2007).

Jangan-jangan jika dalam sehari jaringan ponsel dan akses internet rusak, banyak orang yang bermasalah dengan hubungan pribadinya, karena jalur "komunikasi cinta" mereka hilang. Waduh...
( tqs unk Amelia ayu / yla / ash )

Senin, Mei 4

GAMBARAN PENIPU

Kita semua percaya pada kebaikan hati, sehingga butuh waktu lama bagi kita untuk berpikir bahwa seseorang akhirnya bisa menipu kita. BANYAK ORANG JUJUR, banyak juga orang-orang yang hadir untuk mendengarkan masalah-masalah pribadi dan profesi anda dengan penampilan dan kata-kata yang memukau sehingga menghapus keraguan kita bahwa sesungguhnya mereka adalah penipu.
Seorang penipu sangat kreatif, dan cemerlang dalam akting dan mengarang cerita. Mereka adalah manusia-manusia yang jahat, namun harus diakui bahwa kita dapat belajar sesuatu dari intrik-intrik mereka.

Berikut gambaran Penipu itu :

1. Kreatif dalam mendesign topeng mereka dan berakting.
2. Disiplin
3. Gigih. Mereka tidak pernah berpikir tentang menyerah.
4. Antusias. Mereka sungguh-sungguh berusaha mendapatkan apa saja yang mereka sanggup dapatkan.
5. Positif. Mereka tidak ragu kalau rencana mereka akan berhasil.
6. Oportunis. Mereka melihat waktu yang tepat.
7. Pekerja keras. Mereka selalu 'siap'
8. Tenang menghadapi tekanan.
9. Simpatik.
10.Empati. Mereka seakan-akan menganggap masalah anda sebagai masalah mereka.

Meskipun kita ingin tidak memikirkannya, selalu ada orang-orang jahat di dunia ini. Dan apapun usaha kita untuk melindungi diri, kita tetap saja masih tertipu. Jika itu terjadi, lepaskan perasaan sakit Anda dan terus maju. Anggap saja itu sebuah pelajaran.